Oleh Prof. Dr. Husnul Qadim, MA
Dalam pandangan Islam, lisan adalah salah satu anugerah yang paling besar dari Allah Subhanahu wata’ala yang Maha Pencipta. Melalui lisan, manusia dapat menyampaikan kebenaran, menyebarkan ilmu, dan mengajak kepada kebajikan.
Banyak keutamaan yang diperoleh oleh hamba Allah bila dapat menjaga lisan dan menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Lisan kadang dapat menjadi berkah dan menjadi alat untuk mendapat rida dan rahmat Allah SWT. Namun demikian, lisan juga bisa menjadi sumber bencana apabila tidak dijaga dengan baik.
Lisan atau mulut kadang bisa menjadi berkah. Di sisi yang lain, kadang mulut menjadi bencana. Istilahnya, “mulutmu harimaumu”. Suatu saat bisa menerkammu di dunia maupun di akhirat.
Bagaimana keutamaan menjaga lisan dan apa bahayanya apabila tidak dijaga? Bagaimana Al-Qur’an atau pandangan Islam, baik al-Qur’an, hadis, maupun pandangan para ulama, kiat-kiat menjaga lisan?
Keutamaan Menjaga Lisan
Banyak keutamaan bagi orang-orang yang dapat menjaga lisan. Lisannya dimanfaatkan untuk berkata baik dan mengatakan sesuatu yang benar.
1. Menjaga lisan adalah ciri bagi orang yang beriman.
Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya, orang yang berkata baik dan mampu menjaga lisan itu berarti termasuk orang yang percaya kepada Allah SWT dan Hari Akhir.
2. Diangkat derajatnya oleh Allah SWT
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu…” (QS Al-Ahza:70-71)
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ وَقَاهُ اللَّهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَشَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ الجَنَّةَ
“Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan sesuatu yang ada di antara kedua jambangnya (yaitu lisan, pen.) dan kejahatan apa yang ada di antara kedua kakinya (yaitu kemaluan, pen.), maka dia masuk surga.” (HR. Tirmidzi)
Selamatnya manusia nanti dari api neraka salah satunya karena mampu menjaga lisan.
Menjaga lisan akan membuat seseorang terhindar dari berdusta, menggunjing, namimah, mengadu-domba, body shaming, mencela kondisi tubuh seseorang.
Dalam QS Al-Hujurat Ayat 12 Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”
Dalam hadis Nabi Saw pernah bersabda, suatu saat kalian akan menjumpai sejelek-jelek manusia, yaitu yang mempunyai dua wajah, yakni wajah yang ketika datang ke suatu kaum dengan satu wajah dan datang pada suatu kaum yang lain dengan satu wajah lainnya. Kalau ke sini ngomongnya gini-gini. Di tempat lain beda lagi ngomongnya. Barangsiapa dua lisan di dunia, maka sesungguhnya Allah SWT pada hari kiamat akan menjadikan baginya dua lisan di neraka.
Banyak bahaya bila kita tidak menjaga lisan. Body shaming atau mengatakan tubuh seseorang atau pengomentari kondisi tubuh yang tidak ideal pada zaman Nabi Saw itu sebenarnya sudah ada.
“Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata, aku menyampaikan pada Nabi: Telah cukup bagi engkau wahai Rasulullah atas kekurangan Shafiyah seperti ini dan itu. Sebagian perawi mengatakan bahwa Aisyah menggunjing fisik Shafiyah yang pendek (dengan tujuan menghina) sebab cemburu, lalu Rasulullah bersabda: Aisyah, engkau telah mengatakan sebuah kalimat yang apabila dicampur dengan air laut, maka kalimat itu akan mengeruhkannya. Aisyah berkata: bahwa hal ini (menggunjing) bertujuan menghina sudah biasa dilakukan oleh manusia secara umum, Nabi bersabda: aku tidak suka menceritakan keadaan manusia bahwa aku seperti ini dan itu (HR. Turmudzi, Abu Dawud).
Cara Menjaga Lisan
Bagaimana Islam mengajarkan kepada kita agar kita terhindar dari bahaya lisan atau ucapan yang buruk?
1. Berpikir sebelum berbicara.
Rasulullah Saw memperingatkan tentang akibat dari ucapan yang tidak dipikirkan.
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak memikirkan akibatnya, dan karena satu kalimat itu, ia terjatuh ke dalam neraka lebih jauh daripada jarak timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam menganjurkan agar mempertimbangkan atau berpikir sebelum berbicara. Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar memberikan nasihat penting tentang bagaimana kita harus berhati-hati sebelum berbicara.
ينبغي لمن أراد النطق بكلمة أو كلام أن يتدبّره في نفسه قبل نطقه فإن ظهرت مصلحتُه تكلّم وإلّا أمسَك.
“Orang yang akan berbicara dengan suatu kalimat atau pembicaraan, hendaknya merenungkan pembicaraannya tersebut dalam dirinya sebelum berbicara. Jika nampak kemaslahatannya, maka dia pun berbicara. Namun jika tidak dia ada maslahatnya, dia pun menahan diri darinya.”
2. Menjaga kelembutan dalam bertutur
Al-Qur’an mengajarkan bahwa perkataan seharusnya tidak hanya memenuhi kriteria kebenaran benar kalau cara menyampaikannya tidak lembut, tidak sopan, jadinya tidak baik, tetapi juga memperhatikan kelembutan dan ketulusan.
Al-Qur’an menggunakan istilah qaulan sadida (perkataan yang benar), qaulan ma’rufa (perkataan yang baik), qaulan layyina (perkataan yang lemah-lembut), qaulan baligha (perkataan yang berbekas), qaulan karima (perkataan yang mulia), dan qaulan maisura (perkataan yang pantas).
Al-Qur’an juga menegaskan pentingnya berbicara dengan hikmah, kebijaksanaan, dan ma’ruf. Dalam QS An-Nahl ayat 125 Allah SWT berfirman:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
3. Meningkatkan ilmu dan kesadaran tentang bahaya lisan.
Menambah ilmu tentang bahaya lisan akan membantu kita lebih berhati-hati dalam berbicara. Ini kalau dalam konteks sekarang, lisan itu juga bisa menjadi tulisan atau postingan di media sosial (medsos). Itu ‘kan sama mulut. Makanya, sangat penting belajar tentang pergaulan di media digital, bagaimana caranya anti hoaks. Tidak sebarangan share.
Ibnul Qayyim dalam kitab Al-Fawaid mengatakan, “Sesungguhnya pengetahuan tentang dampak perkataan di dunia dan akhirat mengharuskan seorang muslim untuk berhati-hati dalam setiap kata yang ia ucapkan”. Karena itu, mempelajari lebih banyak tentang akhlak Islam, adab berbicara, dan dampak lisan adalah langkah penting untuk menjaga diri dari bahaya lisan yang menyebabkan kita tergelincir ke dalam api neraka.
Bahaya lisan sangatlah besar jika tidak dijaga karena lisan dapat membawa kerusakan sosial dan spiritual yang mendalam. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pedoman yang jelas tentang menjaga lisan agar tetap dalam koridor kebaikan. Dengan menjaga lisan seseorang bukan hanya menyelamatkan dirinya dari dosa, tetapi juga mendapatkan kedekatan dengan Allah Subhanahu wa ta’ala dan kedekatan dengan manusia.
Al-Qur’an dan hadis menggarisbawahi pentingnya berpikir sebelum berbicara, meninggalkan perkataan yang sia-sia. Semua perkataan akan dpertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana firman Allah SWT:
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf:18)
Dalam surat An-Nur Allah SWT juga berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS An-Nur:24)
“Pada hari kiamat ketika lidah atau lisan tangan dan kaki mereka akan menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”
Mudah-mudahan kita diberikan keselamatan oleh Allah SWT dalam menjaga lisan sehingga di hari kiamat nanti kita juga selamat. Selamat di dunia dan juga selamat di akhirat. Amin Ya Rabba;’alamin.
– Prof. Dr. Husnul Qadim, MA adalah Wakil Rektor III UIN SGD Bandung. Artikel ini disarikan dari ceramah Dzuhur di Masjid Raya Al Jabbar, Rabu, 19 Maret 2025.
Video Ceramah