Oleh Dr. H. Tata Sukayat, M.Ag
Al-Qur’an merupakan lampu penerang hati dari gelapnya peradaban. Al-Qur’an merupakan mustika yang paling indah dalam menghiasi hidup dan kehidupan. Al-Qur’an merupakan senjata yang paling utama di dalam melawan berbagai pesona godaan setan yang sesat-menyesatkan.
Karena itu, baginda Nabi Muhammad Saw berpesan untuk memelihara Al-Qur’an sebagai pusaka beliau yang diwariskan kepada kita, umat Rasulullah Muhammad Saw.
Makna dan Isi Al-Qur’an
Apa yang dimaksud Al-Qur’an?
Para ulama ahli ‘ulumul Qur’an menyebut Al-Qur’an itu al-ma’ruf, kitab yang paling banyak dibaca, dari sejak turunnya Al-Qur’an hingga sekarang dan yang akan datang. Al-Qur’an didefinisikan oleh Syekh Abdul Wahab Khalaf sebagai kalamullah najalul amin, firman Allah SWT atau kalam-kalam Allah yang diturunkan melalui ruh yang terpercaya.
Ruh yang terpercaya itu adalah malaikat Jibril. ‘Ala Nabi Muhammadin sallallahu alaihi wasallam, diturunkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw sebagai nabi akhir zaman, penutup nabi, penutup rasul, pemimpin nabi, pemimpin rasul, sehingga Al-Qur’an merupakan kitab terakhir sebagai mukjizat yang diturunkan Allah SWT yang terakhir kepada Nabi Muhammad Saw.
Yang menarik, Syekh Abdul Wahhab Khalaf mengakhiri definisi Al-Qur’an itu dengan dua catatan penting.
Yang pertama, Al-Qur’an itu diawali dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas. Kalau kita renungkan dengan seksama isi dari surah al-Fatihah ajarannya mengajak kita menguatkan hablum minallah atau membangun relasi positif kepada Allah SWT, sedangkan surah terakhir, surah An-Nas, seolah-olah mengingatkan pentingnya membangun hablum minannas atau membangun relasi positif kepada sessama manusia.
Karena itu, isi kandungan Al-Qur’an memberikan nilai-nilai penting kepada kita, yaitu nilai-nilai penting mengabdikan diri kepada Allah dalam bentuk ibadah mahdhah dan bentuk memberikan manfaat kepada manusia lain yang dikenal dengan ibadah ghair mahdhah.
Al-Qur’an memiliki muatan transendental, tetapi Al-Qur’an pun memiliki muatan transhuman, mengatur pola hubungan dengan sesama manusia. Ada jawabannya dalam Al-Qur’an bagaimana membangun hubungan baik dengan sesama.
Yang kedua, catatan penting dari definisi Al-Qur’an yang diungkapkan oleh Syekh Abdul Wahab Khalaf adalah Al-Qur’an itu al-muta’abbad bi tilawatihi. Membaca Al-Qur’an dinilai ibadah, meskipun kita tidak tahu terjemahan ayat yang kita baca, tetapi karena ini kitab mukjizat almuta’abbadu bitilawatih, bernilaikan ibadah, ketika kita membacanya, karena memang ada sebuah problem ketika sebagian saudara kita mengatakan percuma membaca Al-Qur’an kalau tidak tahu tarjemah dan tafsirnya, tetapi kenyataannya memang kita tidak mungkin tahu keseluruhan terjemahan Al-Qur’an.
Kita tidak mungkin tahu seluruh tafsir yang dimaksud oleh ayat yang kita baca. Misalkan, ketika kita berhadapan dengan alif lam mim, kalau kita baca terjemahnya, ditulis dengan huruf latin “alif lam mim”, kita coba baca tafsir. Di tafsir itu dijelaskan, arti alif lam min ini adalah rahasiah Allah dalam Al-Qur’an.
Kita tanya para alim ulama, apa maksud dan makna alif lam mim, para ulama menjawab, “Allahu a’lam bimurodih“. Hanya Allah yang tahu maksud dari ayat tersebut.
Tetapi ketika kita membaca alif lam mim, salah satu ayat dalam Al-Qur’an, meskipun kita tidak tahu terjemahnya, tidak paham tafsirnya, tetapi almuta’abbadu bilawatih tetap menjadi ibadah ketika kita membacanya.
Fungsi Al-Qur’an
Sedikitnya ada tiga fungsi utama Al-Qur’an.
Yang pertama, menyelamatkan manusia dari musyrik pada tauhid. Ketika Al-Qur’an turun, masyarakat Arab pada saat itu tidak mengenal tauhid rububiyah, tidak mengenal tauhid uluhiyah, meskipun mereka yakin dan percaya bumi langit termasuk dirinya dirinya itu diciptakan oleh Tuhan. Dzat Yang Maha, tetapi mereka tidak menyembah Dzat Yang Maha itu, maka orang-orang yang mempersekutukan Allah.
Selama periode dakwah di Makkah, sebelum migrasi dari Mekah ke Yatsrib (Madinah), baginda Nabi Saw memberikan seruan yang paling utama dan pertama, yaitu menguatkan tauhidullah.
Tauhidullah ini mengesahkan Allah. Allah yang sudah Esa yang didefinisikan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani sebagai ismun wajib wujud. Allah itu satu nama Dzat yang wajib adanya. Karena selain Allah, mungkin wujud, mungkin ada, mungkin tidak ada, sedangkan Allah Dzat Yang Mahaada. Ada sebelum yang ada ini ada. Ada setelah yang ada ini ada. Ada setelah yang ada ini tiada.
Karena Allah itu wal awal wal akhir. awal tanpa mulai dan akhir tanpa penutup, sedangkan kita adalah makhluk yang berawal sesuatu yang berawal pasti berakhir. Sesuatu yang berakhir pasti berawal. Ini yang disebut sebagai makhluk.
Jadi, Allah adalah Khaliq, sedangkan kita dan seluruh alam ciptaan Allah ini disebut sebagai makhluk. Konsekuensi makhluk adalah mempersembahkan dirinya kepada Khaliq yang menciptakannya. Karena itu, tugas dan fungsi penciptaan manusia ditegaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an, wama khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun, tugas dan fungsi penciptaan manusia itu adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah, untuk beribadah kepada Allah.
Maka, ketika manusia tidak beribadah kepada Allah, sesungguhnya telah terjadi disfungsi penciptaan manusia.
Yang kedua fungsi Al-Qur’an dalam kehidupan manusia adalah menyelamatkan manusia dari gulita kebodohan menuju gulita kepintaran. Maka, nabinya nabi yang fathonah, nabi yang cerdas. Surah pertama yang diterima perintahnya adalah perintah membaca, meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, dan tidak terjebak pada dimensi kebodohan. Iqra’ bahkan terulang sampai dua kali, iqra bismi rabbikalladzi khalaq, dan terulang pada iqra warbukal akram.
Menurut ilmu balaghah, setiap pengulangan dalam bahasa Arab disebut diulang-ulang perintah membaca karena membaca itu sangat penting. Syekh Mustofa Al-Maraghi menjelaskan, membaca tidak akan membekas dalam jiwa, terpatri dalam sanubari, kecuali diulang-ulang dan dibiasakan atau pembiasaan membaca itulah sebagai media Allah menyelamatkan manusia minadhulumati ilan nur, dari kegelapan menuju sesuatu suatu yang terang benderang atau bercahaya.
Ketika falsafah Iqra ini kita baca, maka Iqra, baca Al-Qur’an, supaya hidup teratur. Iqra, baca sejarah, supaya tahu perjuangan para luhur. Iqra, baca ini supaya lahir karya-karya luhur. Semakin banyak kualitas membaca, semakin luas pengetahuan yang kita dapatkan, dan semakin mudah menghadapi hidup dan kehidupan.
Yang ketiga, fungsi Al-Qur’an dalam kehidupan adalah menyelamatkan manusia dari perpecahan pada kesatuan dan kesatuan, sehingga kita mengenal istilah muslim dengan muslim dikuatkan dengan ukhuwah Islamiah.
Maka kuatkanlah, eratkanlah, persaudaraan ukhuwah islamiah di antara kita di tengah-tengah perbedaan yang ada. Beda ormas keagamaan, beda partai pilihan, beda pilihan politik, beda profesi, beda etnik, dan perbedaan-perbedaan lainnya, tetapi tetap kita adalah saudara seiman. Haram berpecah-belah bertikai satu dengan yang lain.
Sedangkan persaudaraan muslim dengan pemeluk agama lain, kita mengenal ukhuwah yang diperkenalkan oleh Al-Qur’anul Karim yaitu ukhuwah insaniah dan ukhuwah diniah. Persaudaraan sesama manusia dan persaudaraan sesama orang yang beragama, meskipun berbeda agama keyakinan dan cara peribadatannya.
Inilah kita mengenal istilah toleransi dalam konteks kebangsaan lakum dinukum waliyadin, untukmu agamamu untukku agamamu, seolah-olah kita makan ke suatu restoran bersama-sama, mengambil nasi, laut-lauknya beragam, ada yang ngambil ayam, kok ada yang ngambil sayuran, sayur asem, ada yang ngambil pecel lelek umpamanya, kita menikmati hidangan masing-masing dalam sebuah payung bersama-sama, yaitu payung Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan ini sangat penting di tengah-tengah para provokator yang sering merusak ikatan persaudaraan di antara kita. Mudah-mudahan kita yang di dalam masjid ini disatukan dengan Tuhan yang sama, disatukan dengan cara ibadah yang sama, disatukan dengan lailahaillallah, maka perbedaan yang ada tidak menyebabkan lepasnya ukhuwah islamiah, tetapi begitu di luar masjid ini kita siap bergandengan tangan dengan saudara-saudara kita yang berbeda agama dan berbeda keyakinan.
Mudah-mudahan Allah jadikan negeri tercinta ini menjadi baldah thayibah. Semoga Allah jadikan masyarakat republik ini menjadi masyarakat marhamah dan kita bermohon kepada Allah setiap keluarga kita adalah keluarga yang sakinah yang berisi hamba-hamba beriman kepada Allah, yang saleh dan salehah. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
* Penulis adalah Dosen UIN SGD Bandung dan Pengurus MUI Kota Bandung. Artikel ini disarikan dari Ceramah Dzuhur di Masjid Raya Al Jabbar, Ahad, 20 April 2025.
Video Ceramah tentang Makna, Isi, dan Fungsi Al-Qur’an