Oleh L. Nihwan Sumuranje
Dr. Suf Kasman dalam Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Da’wah Bi-Al Qalam dalam Al-Quran (Teraju) mengumpulkan kata-kata yang bermakna alat-alat tulis yang termuat dalam Al Quran.
Sebuah tanda, alangkah besar perhatian Islam terhadap alat-alat tulis. Pastinya dari satu zaman ke zama perkembangan alat-alat tulis semakin canggih. Kita simak rekaman yang terangkum dalam Al Quran.
Pertama, midad (tinta) QS. Al-Kahfi [18]: 109 dan QS. Luqman [31]: 27. Kedua, qalam (pena) QS. Luqman [31]: 27, QS. Al-Qalam [68]: 1, QS. Al-‘Alaq [96]: 4 dan QS. Ali Imran [3]: 44.
Ketiga, qirthas (kertas) QS. Al-An’am [6]: 7, 91. Keempat, lawh (batu tulis) QS. Al-Buruj [85]: 21-22, QS. Al-Qamar [54]: 13, QS. Al-A’araf [7]: 145, 150, 154 dan QS. Al-Muddatsir [74]: 29.
Kelima, raqq (lembaran) QS. At-Tur [52]:1-3, QS. Al-Kahfi [18]: 9 dan QS. Al-Muthaffifin [83]: 9, 20. Keenam, shuhuf (hela-helai kertas) QS. Thaha [20]: 133, QS. Al-Najm [53]: 36, QS. ‘Abasa [80]: 13, QS. At-Takwir [81]: 10, QS. Al-A’la [87]: 18-19, QS. Al-Muddatsir [74]: 52 dan QS. Al-Bayyinah [98]: 2.
Seruan firman Allah Swt dalam keterangan di atas merupakan bagian dari revolusi dalam ilmu pengetahun, kebudayaan dan peradaban. Sebab kala itu semenanjung Arabia sangat kuat dalam budaya hapalan, namun lemah dalam tulis-menulis.
Seorang penyair bisa hapal puluhan ribu bait-bait syair. Sehebat-hebatnya ilmu pengetahuan yang ada di memori otak manusia, hanya terjaga sebatas sang penghapal masih hidup. Setelah meninggal, hapalan tinggal kenangan.
Al-Qur’an Allah hadirkan sebagai mukjizat terbesar bisa menjangkau masa depan dan orientasi mengajak berpikir. Nabi-nabi terdahulu mukjizatnya lebih menumpu ke bentuk fisikal. Misalnya mukjizat Musa as tongkat jadi ular dan tongkat membelah lautan. Daud as melunakkan besi. Ibrahim as tak mempan dibakar api. Saleh as mengeluarkan onta dari batu. Isa as menghidupkan orang mati.
Mukjizat-mukjizat itu tidak terjadi setiap hari atau bisa dipahami hanya sekali saja terjadi. Sementara Al-Qur’an adalah mukjizat bersifat abadi dan lebih bersifat ruhiyah-spiritual. Yang di dalamnya mengajak berpikir dan berinteraksi dengan Allah Swt dan seluruh ciptaan-Nya.
Al-Qur’an yang disampaikan beliau sama sekali tak ada kaitannya dengan karya Muhammad. Muhammad cuma menyampaikan firman Allah yang disampaikan malaikat Jibril. Muhammad bukan pencipta Islam.
Hanya utusan Sang Pencipta. Tetapi Nabi Muhammad adalah orang yang sangat cerdas (fathanah). Cerdas dalam berbagai hal. Diantara kecerdasan Nabi Muhammad, sangat banyak mengangangkat sekretaris.
Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami dalam 65 Sekretaris Nabi (Gema Insani), Nabi Muhammad sekurang-kurangnya memiliki 65 sekretaris untuk menangani berbagai keperluan. Beliau menjelaskan, sekretaris Nabi terbagi ke dalam tiga katagori.
Pertama, sahabat yang paling sering menulis. Di antaranya, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab.
Kedua, sahabat yang kegiatan menulisnya masih dibawah kelompok pertama. Di antaranya, Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab dan Abu Ayyub Al Anshary.
Ketiga, sahabat yang intensitasnya di bawah kelompok kedua. Diantaranya, Ja’far bin Abi Thalib. Dari sekian banyak sekretaris itu mempunyai potensi kepenulisan di bidangnya masing-masing.
Umpamanya, Zaid bin Tsabit sering diperintah Nabi Saw untuk menulis surat kepada raja-raja. Ali bin Abi Thalib sering menulis tentang akad-akad perjanjian. Al-Mughirah bin Syu’bah menulis tentang sesuatu yang sifatnya mendesak. Abdullah Ibnul Arqam menulis utang-piutang dan perjanjian-perjanjian masyarakat.
Surat-surat Nabi
Komunikasi melalui tulisan sejujurnya sudah dilakukan oleh Nabi Adam as sendiri. Di masa Nabi Idris as teknologi tulis-menulis sekian langkah lebih maju. Nabi Sulaiman as menggunakan tulisan untuk berdakwah kepada Ratu Balqis.
Begitupun di zaman Nabi Muhammad beliau banyak mengirim surat untuk berdakwah ke seantero negeri menembus batas-batas wilayah negara saat itu. DR. Andi Faisal Bakti Ph,D pengajar di Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta mengemukakan data, 105 pucuk surat pernah dikirimkan Nabi Muhammad Saw untuk berbagai keperluan.
Kholid Sayyid Ali mengumpulkan sedikitnya 31 surat Nabi yang ditujukan untuk bahan dakwah. Dalam versi bahasa Indonesia diterbitkan Gema Insani Press (1990) dengan judul Surat-surat Nabi Muhammad. Diadaptasi dari judul asli Rosaailun Nabi Saw Ilal Muluuki Wal Umaro’ Wal Qoobaail.
Kantor Sekretaris Nabi
Di kekhalifahan Umar bin Khaththab, tata kelola administrasi sudah sedemikian maju. Tetapi embrio awal tidak lain bermula dari konsep yang dicontohkan Rasulullah Saw. Di zaman Umar pula, sistem pesangon atau gaji pensiunan sebagaimana orang modern memberlakukan sudah diterapkan.
Diwanun Nabi semodel tempat bekerja untuk sekretaris-sekretaris Nabi begitu hidup. Padat aktivitas. Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami menyimpulkan rumusan, sekurang-kurangnya ada tiga diwan (kantor). Pertama, Diwanul Insya (Kantor Pembuatan Surat-surat). Kedua, Diwanul Jaisy (Pusat Data Personel Militer). Ketiga, Diwanul Kharaj al Jibayah (Pusat Pengelolaan Uang Negara).
Alangkah besar perhatian Islam terhadap tertib administrasi. Untuk tertib administrasi juga membutuhkan para profesional terpercaya.
Ghost Writer Nabi
Dari sebuah hadits yang diriwayatkan Baihaki termuat dalam As Sunanul Kubra, suatu waktu ada surat yang datang kepada Rasulullah Saw. Nabi Muhammad bertanya kepada para sahabat: “Siapa yang mau menjawab surat ini atas namaku?” Abdullah Ibnul Arqam menjawab, “Saya”.
Dengan segera Abdullah Ibnul Arqam merespons kesempatan ini. Seselesainya jawaban yang ditulis, lalu disodorkan kepada Rasulullah dan beliau menyetujui redaksi yang disusun oleh Abdullah Ibnul Arqam. Bahkan, Rasul kagum atas tulisan itu.
Tentu dapat kita pahami, saat lain Rasul mendiktekan ucapan beliau secara total. Dalam bahasa jurnalistik atau kepenulisan modern kita kenal dengan istilah Ghost Writer (penulis hantu). Mengapa dikatakan “penulis hantu”? Sederhananya, yang menyusun tulisan tidak bertindak sebagai narasumber atau pemilik tulisan dan tidak terlihat layaknya hantu.
Kabarnya, di Eropa profesi Ghost Writer sudah menjadi mata pencaharian tetap di abad ini. Di Indonesia belum terlalu banyak. Terbetik kabar, buku Aku Anak Singkong karya Chairul Tandjung juga ditulis dengan menggunakan jasa seorang Ghost Writer.
Narasumber menyetuji apa yang ditulis oleh penulis (sekretaris). Ghost Writer sebatas mengolah bahan yang inti pesannya adalah apa disetujui narasumber. Pengarangnya tetap narasumber. Sementara penulis (sekretaris) peramu bahan sekadar menyelaraskan bahasa.
Putut Widjanarko –mantan GM Penerbit Mizan– mendefinisikan penulis itu sebagai orang yang meramu bahan. Sedangkan pengarang adalah pencipta bahan. Seolah-olah Putut mengatakan untuk katagori karya fiksi (puisi, cerpen, novel dan sejenisnya) disebut pengarang. Untuk katagori nonfiksi sebutannya penulis.
Apresiasi Islam untuk kegiatan tulis-menulis sedemikian tinggi. Sampai-sampai Allah Swt bersumpah dengan menggunakan qalam seperti terbaca dalam firman-Nya: Nun, demi kalam dan yang mereka tulis (QS. Al-Qalam [68]: 1).
Terbayang dunia tanpa aktivitas tulis-menulis, akan terputuslah sejarah antara masa lalu, kini dan yang akan datang. Betapa repotnya mengurusi hutang-piutang, tata kelola pemerintahan dan kegiatan lainnya tanpa dukungan administrasi yang memadai.
L. Nihwan Sumuranje adalah penulis buku “Saya Menulis Maka Saya Ada”. Artikel ini termuat dalam buku terkait.