MasjidAljabbar.com — Sejak diresmikan 30 Desember 2022, Masjid Al Jabbar Bandung atau Masjid Raya Al Jabbar selalu ramai pengunjung, terutama di akhir pekan atau hari libur.
Menurut ahli sosiologi Islam dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung, Dr Agus Ahmad Safei, fenomena keramaian yang tidak pernah surut di Masjid Raya Al Jabbar ini dipicu oleh sejumlah kondisi sosial masyarakat Jawa Barat, termasuk Indonesia.
Pertama, terkenal karena viral.
Tidak dipungkiri, sejak peresmiannya pada akhir 2022, masjid ini selalu diliputi berbagai pemberitaan, dari mulai yang positif sampai negatif. Isu-isu ini viral di media sosial berbarengan dengan unggahan konten-konten yang menguak daya tarik Masjid Raya Al Jabbar yang dirancang oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil tersebut.
“Fenomena berbondong-bondongnya masyarakat ke Al-Jabbar menunjukkan betapa masjid ini memiliki daya pikat luar biasa yang itu ditopang oleh ideologi viralisme media sosial,” kata Agus, Selasa (14/2).
Kedua, kerinduan warga pada kehadiran ruang publik.
Agus mengatakan, membludaknya jumlah pengunjung ke Masjid Raya Al Jabbar didorong juga oleh fakta bahwa mereka membutuhkan ruang publik yang dapat diakses oleh siapapun.
“Fenomena membludaknya warga ke Al Jabbar menunjukkan rasa rindu masyarakat yang luar biasa terhadap ketersedian ruang ruang publik yang dapat diakses warga secara mudah dan murah,” ujarnya. “Menjadi pekerjaan serius untuk pemerintah dalam menyediakan sebanyak mungkin ruang publik terbuka bagi masyarakat.”
Faktor lainnya, kata Agus, adalah hobi masyarakat untuk berkumpul dan berbagi kebahagiaan.
Ia mengatakan fenomena keramaian ini juga menjadi indikator paling jelas betapa masyarakat Indonesia adalah masyarakat komunal yang hobinya kumpul-kumpul.
“Dan Al Jabbar menyediakan tempat kumpul-kumpul yang layak dan berkumpul yang layak dan berkelas,” tuturnya.
Ia mengatakan fenomena ini pun menunjukkan betapa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat ekspresif. Kedatangan mereka di Al Jabbar kebanyakan ditunjukkan di media sosial mereka.
“Ini, bagi mereka, adalah bagian dari apa yang disebut sebagai tahaduts binikmat, membagikan kegembiraan mereka melalui kanal media sosial yang mereka miliki,” katanya.
Agus pun menjelaskan fakta-fakta lain dari fenomena di Masjid Raya Al Jabbar. Agus menjelaskan bahwa dari apa yang tampak di Masjid Raya Al Jabbar, masyarakat juga tampaknya memerlukan edukasi yang intens terkait dengan menjaga kebersihan dan kenyamanan.
Ini juga menjadi tugas para pemuka agama bagaimana ceramah-ceramah mereka tentang kebersihan menjadi bagian dari ideologi hidup masyarakat.
“Sementara di sisi lain, ini juga tugas pemerintah untuk menyediakan fasilitas kebersihan yang memadai, selain tentang bagaimana memperbaiki mindset warga soal menjaga kebersihan,” katanya.
Fenomena Al Jabbar ini, katanya, juga menunjukkan gairah masyarakat yang luar biasa seperti ini juga dapat dibaca sebagai semacam rasa haus dan lapar warga untuk bepergian usai dua tahun terkurung akibat pandemi.
“Gairah keberagamaan ini juga harus ditangkap dan dipelihara oleh segenap pengurus masjid Al Jabbar dengan menyediakan program program edukasi yang dapat membantu umat atau warga menaikkan level kehidupan keagamaan mereka, baik dari sisi pemahaman maupun praktik,” katanya. (Tribun Jabar)