Manusia dalam Pantauan Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? Bukankah Dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan (QS. Al-Qiyamah [75]: 36-39).
أَلَيْسَ ذَٰلِكَ بِقَادِرٍ عَلَىٰ أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَىٰ
Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (QS. Al-Qiyamah [75]: 40).
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) (QS. Yasin [36]: 12).
Manusia tidak luput dari penilaian manusia lainnya. Baik dan buruknya akan dicatat, dituturkan oleh genersai berikutnya. Baik dan buruknya sesorang saat masih hidup akan dikenang oleh generasi yang sezaman maupun generasi yang sesudahnya.
Itu baru di hadapan manusia yang kita sebut dengan catatan, bukti atau saksi sejarah. Belum lagi di hadapan Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan, Allah Swt. Tidak satu jejakpun yang luput dari catatan Allah. Allah akan catat kebaikan adalah kebaikan dan keburukan adalah keburukan.
Catatan sejarah yang dibuat oleh manusia terkadang sangat dipengaruhi oleh jenderal siapa yang berkuasa. Catatan manusia seringkali dipengaruhi kepentingan-kepentingan keuntungan materi-duniawi, harga diri-duniawi, nama baik di hadapan sesama manusia lainnya. Sehingga sering pula catatan manusia untuk menulis sejarah manusia lainnya ditulis berdasarkan pertimbangan kepentingan tertentu, bukan ditulis sebagaimana mestinya, seharusnya atau ditulis apa adanya.
Berbeda dengan Malaikat Raqib dan Malaikat Atid yang Allah tugasi untuk mencatat amal baik dan amal buruk sebagaimana apa adanya. Tidak menambahi. Tidak mengurangi. Tidak ada cerita Malaikat Raqib dan Malaikat Atid korupsi data amal seseorang. Raqib dan Atid tidak punya kepentingan dan keuntungan. Bagi Raqib dan Atid yang Allah ciptakan tidak punya nafsu, menulis amal perbuatan manusia sebagaimana aslinya manusia itu berbuat sesuatu.
Beruntunglah orang beriman yang berbuat sesuatu bukan karena manusia (ria), tetapi karena mengharap ridha Allah Swt. Kebaikan akan terus istiqamah dikerjakan walau umat manusia tidak ada yang memujinya. Keburukan akan ditinggalkan dan dijauhi, bukan karena takut ditangkap polisi. Namun keburukan adalah perbuatan hina di hadapan Allah Swt.
Beruntunglah orang beriman yang memberikan keteladanan dalam beramal. Karena kalau amal baiknya itu menginspirasi orang lain baik yang segenari maupun generasi seudahnya ia akan mendapatkan pula pahala dari amal orang yang terinspirasi untuk melakukan kebaikan itu. Sebaliknya, rugi besarlah orang yang berbuat keburukan, lalu keburukan itu diikuti oleh orang-orang yang segenarisi untuk mengikuti perbuatan buruknya. Semua amal berdampak sistemik: amal yang baik maupun yang buruk.
“مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، كَانَ لَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، ومَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا ووزرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا”.
Barang siapa yang mengerjakan suatu sunnah (perbuatan) baik, maka ia memperoleh pahalanya dan juga pahala dari orang-orang yang mengikuti jejaknya sesudah ia tiada, tanpa mengurangi pahala mereka barang sedikit pun. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan buruk, maka ia akan mendapatkan dosanya dan juga dosa orang-orang yang mengikuti jejaknya sesudah ia tiada tanpa mengurangi dosa-dosa mereka barang sedikit pun (HR. Muslim).
Allah Swt sangat memuliakan dan menghargai sekecil apapun kreativitas atau amal saleh yang dilakukan oleh orang beriman. Sehingga, kebaikan yang ia perbuat lalu diikuti oleh orang lain pahalanya akan mengalir juga kepada orang itu.
Begitu pula dengan orang yang memilih untuk berbuat keburukan. Ia akan mendapatkan dosa dan juga mendapatkan dosa dari orang-orang yang menirukan keburukannya.
Jejak amal baik akan bermanfaat buat kita dan orang lain. Jejak amal buruk akan sangat membuat kita rugi dan juga orang lain.
Memilih pilihan untuk berbuat yang baik, mengkreasi amalan-amalan baik (amal saleh) untuk sesuatu yang bermanfaat adalah pilihan yang harus kita ambil. Melalui informasi dari Nabi Muhammad yang kebenarannya pasti, betapa beruntungnya orang beriman yang melakukan tiga hal. Sebab, walaupun ia telah meninggal alias batas waktu untuk beramal telah habis, namun ia akan memperoleh pahala-pahala yang terus mengalir.
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ، انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: مِنْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ، أَوْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ مِنْ بَعْدِهِ
Apabila anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya, atau sedekah jariyah (yang terus mengalir pahalanya) sesudah ia tiada (HR. Muslim).
Terputus amal karena terputusnya hubungan antara ruh dan jasad. Jadinya tidak bisa beramal. Tetapi atas kemurahan Allah Swt, kita diberikan pahala meskipun sudah tidak lagi mampu beramal karena telah meninggal. Ketiga bentuk amal itu: ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya, atau sedekah jariyah
Para ustadz/guru yang ikhlas mengajarkan ilmunya kepada orang lain, mendapatkan pahala yang terus-menerus. Mereka para ulama atau guru itu penyambung “lidah” Nabi Muhammad Saw. Pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang terkait dengan Iman. Islam dan Ihsan terus terinformasikan dari satu generasi ke generasi berikunya berkat jasa para guru.
Doa-doa yang mengalir dari anak-anak saleh bagian dari amal yang pahalanya tidak akan berhenti. Ini juga mengandung pengertian antara lain, betapa keharusan dalam Islam untuk mendidik anak agar saleh. Bukan sekadar cerdas dalam ilmu pengetahuan. Tetapi juga cerdas beramal.
Sedekah terlepas dari seberapa kecil dan besar nya yang diberikan untuk kebaikan, asalkan membuhi dua syarat sebagai diterimanya yakni benar dan ikhlas maka pahala akan melimpah tiada pernah berhenti. Benar dalam konteks ini adalah halal. Artinya, uang haram yang “disedekahkan” tidak akan sampai kepada ridha Allah Swt.
Apapun amalan akan selalu ada balasannya, yang baik memperoleh balasan surga. Yang buruk akan mendapatkan neraka. Ini bagian dari bentuk keadilan. Maha Suci Allah Yang Maha Menghidupkan dan Mematiakan. Tidak ada sesuatupun yang terjadi, melainkan selalu dalam pantauan Allah Swt. Tidak ada seayun kaki dan setarikan nafas, kecuali dalam catatan Allah Swt.
Semoga kita mampu meninggalkan jejak amal baik. Selain pahala kebaikan akan kita dapatkan buah amal dari diri sendiri. Juga kita dapatkan berkah dari orang-orang yang mengikuti amalan kita. Dan semoga pula kita mampu menghindari amalan buruk yang efek negatifnya akan kita terima pula karena orang-orang mengikuti jejak amal buruk kita.