Memesrai Kematian

Maka, Sembahlah Tuhan Yang Menghidupkan dan Mematikan

لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ

Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan (Dialah) Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu (QS. Ad-Dukhan [44]: 8). 

Matahari terbit dari timur dan tenggelam ke barat. Planet, tata surya, galaksi dan benda-benda di langit yang jauh di atas sana, sedemikian teratur. Laut dan hewan-hewan serta benda-benda yang terdapat di dalamnya begitu tertatur dalam tata kosmos keseimbangan. Semua yang ada di alam semesta sangat teratur.

Logikanya, tidaklah suatu sistem itu teratur kecuali ada yang mengatur. Jangankan dunia dan isinya ini, suatu hal yang berskala kecil saja jika tidak ada yang mengatur akan kacau balau. Keteraturan adalah bukti adanya sang penjaga. Contoh kecil, sebuah mobil akan teratur kapan harus jalan cepat, sedang dan lambat di suatu jalan. Aturan sang sopir yang mengendalikan mobil akan membuat mobil itu tidak menabrak ataupun tidak tertabrak.

Allah Swt yang tidak pernah tidur adalah Penjaga dan Pengatur semesta alam. Keteraturan dunia dan segala isinya adalah bagian dari bukti kekuasaan Allah Swt.

Betapa bodohnya kalau manusia menyembah patung. Patung yang terbuat dari batu, kayu, tepung atau apa pun hanya sebatas benda budaya, benda seni yang keberadaannya hanya sebatas makhluk. Bahkan keberadaan patung-patung itu bagian dari kreativitas tangan-tangan manusia alias benda budaya. Tidak lebih. Benda-benda budaya adalah benda-benda mati. Dihinggapi lalat juga tak akan bisa mengusirnya. Tetapi mengapa masih disembah. Begitulah perilaku jahiliyah (kebodohan) yang kita tinggalkan.

Dalam makna yang lebih luas, menyembah (menomorsatukan) selain Allah juga tidak mesti pada pengertian menyembah patung bernama Latta, Uzza, Manat, Hubal dan tuhan-tuhan zaman jahiliyah episode Quraisy dulu. Tetapi berhala modern atau berhala syahwat juga harus kita tinggalkan seperti menuhankan uang, jabatan, harta benda, popularitas dan lain sebagainya.

Semua hakikat akan kembali kepada Allah. Semua keberadaan sesuatu akan kembali kepada Allah. Syaritanya, yang menanam padi adalah bapak atau ibu tani. Namun perlu kita sadari dalam keyakinan bahwa yang menumbuhkan dan membuahkan padi adalah Allah Swt. Petani berusaha, Allah yang menetukan. Demikian pula untuk jenis pekerjaan lainnya. Manusia punya ikhtiar, tetapi hasil akhir adalah milik atau ketentuan dari Allah Swt.

Allah Yang Maha Menghidupkan dan Yang Mematikan adalah Penolong Kita

أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۖ فَاللَّهُ هُوَ الْوَلِيُّ وَهُوَ يُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. Asy-Syura [42]: 9).

إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah (QS. At-Taubah [9]: 116).

Maha Suci Allah Yang tidak pernah tidur sehingga mayapada ini terus bergulir penuh keteraturan. Maha Suci Allah dengan Segala Kehendak dan Keinginan-Nya. Semua yang terdapat di bumi dan di langit adalah kepunyaan Allah. Tidak sejengkan ruang dan sedetik waktupun telah, sedang dan akan berlalu kecuali semuanya dalam penggawasan dan penguasaan Allah Swt.

Kata “mulku” dalam QS. At-Taubah [9]: 116 adalah jamak dari kata “maalik”. Diantara maknanya yaitu kerajaan, pemilik dan pemerintahan. Terjemah bebasnya antara lain Allah Yang Menghidupkan dan Allah Yang Mematikan adalah Pemilik, Penguasa, Pemerintah (Pemberi Perintah), apapun dan siapapun saja di muka bumi ini.

Maksudnya, manusia dan makhluk lainnya senantiasa dalam kepemilikan-Nya, kekuasaan-Nya, penitah-Nya dan kehendak-Nya.

Manusia punya banyak kebutuhan. Kebutuhan dalam banyak hal. Termasuk butuh rasa aman dan nyaman. Untuk memperoleh rasa aman dan nyaman terkadang manusia harus berhadapan dengan aktivitas yang namanya perang.

Dalam Al-Quran ada empat ayat yang menjelaskan keberadaan kata “sakinah” (yang memiliki arti ketenangan).

Pertama, QS. Al-Fath [48]: 4.

Kedua, QS. At-Taubah [9]: 26.

Ketiga, QS. At-Taubah [9]: 40.

Keempat, QS. Al-Fath [48]: 26.

Dari empat kata yang terdapat dalam empat ayat di atas semua kata “sakinah” selalu berkaitan dengan aktivitas peperangan secara fisik. Tentu ada makna dan pengertian lain atau terkait aktivitas tertentu yang lahir dari varian (tasrif) kata yang asalnya adalah sakana (fi’il madhi). Penulis hanya ingin sama-sama mengingatkan bahwa kata “sakinah” tidak selalu berhubungan dengan aktivitas pernikahan.

Manusia mana yang tidak pernah gentar menghadapi peperangan. Manusia mana yang tidak memiliki rasa takut saat perang tiba. Semua manusia, tanpa kecuali ingin ditolong oleh siapa saja yang memiliki kekuatan sekecil atau sebesar apapun bentuk pertolongan itu.

Tidak terkecuali rasa takut juga pernah menghinggapi ruang jiwa pasukan kaum muslimin. Sejarah nabi-nabi selalu dipenuhi dengan sejarah yang berada diposisidiperangi. Maka, peperangan atau angkat senjata juga adalah bagian dari sejarah nabi-nabi.

Perhatikan sejarah Nabi Muhammad. Sejak di Mekah, kaum kafir dan musyrik tak pernah berhenti melakukan intimidasi psikis dan fisik kepada Nabi Muhammad dan juga para sahabat beliau. Teror mereka lancarkan. Dari yang bersifat gangguan psikis sampai siksaan demi siksaan dialami.

Hijrahnya berliau, tentu atas perintah Allah Swt dari Mekah ke Madinah juga tak luput dari alasan keamanan. Namun sesudah di Madinah, serangan demi serangan dari kaum kafir dan musyrik juga tak pernah berhenti. Gelombang serangan pasukan yang kaum kafir dan musyrik terus berlangsung.

Dalam keadaan demikian Allah Swt mengingatkan, yang dijadikan penolong tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Swt.  Semua kerajaan di langit dan kerajaan di bumi adalah mutlak kepunyaan Allah.

Tidak boleh ada keraguan dan kebimbangan sekecil apapun bahwa Allah akan menolong kaum muslimin dalam keadaan ancaman sebesar apapun. Sebesar apapun tantangan yang datang, tantangan itu tidak lain adalah makhluk Allah juga.

Dengan memohon pertolongan kepada Allah Sang Pemilik Kerajaan langit dan bumi pasti akan menolong. Kepastian dalam dua pengertian atau makna.

Pertama, Allah akan mengirimkan rasa gentar kepada musuh-musuh-Nya. Allah akan mengirimkan bala bantuan dari arah yang tidak kita sangka-sangka. Allah akan lipatgandakan kekuatan kita dengan cara yang rencanakan maupun dengan rencana (siasat) yang datang secara tiba-tiba.

Kedua, mungkin Allah akan menolong kita dengan cara mati dalam mempertahankan atau memperjuangkan keimanan. Dengan demikian, walau tubuh berpisah dengan ruh disebabkan terbunuh. Tetapi sesungguhnya memperoleh kemenangan yang sejati, yakni mati syahid. Kematian yang mendapatkan ridha Allah Swt. Dan yang demikian inilah kemenangan terindah dalam menjalani hidup.

Memohon pertolongan kepada Allah tentu pada semua aspek lini kehidupan. Umpamanya dalam menjalankan roda bisnis, pasti akan bersikap jujur. Kalau kualitas suatu barang buruk, niscaya barang itu tidak akan dibilang kualitas bagus. Kalau barang bekas, tidak akan punya keberanian untuk mengatakan barang itu baru.

Semua fokus akan merujuk pada ridha Allah, bukan ridha pribadi atau ridha golongan. Menjadikan Allah sebagai tempat memohon pertolongan, berarti siap mengerjakan yang halal dan meninggalkan yang diharamkan. 

Posted in Kajian, Opini and tagged , , , .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *